Penyakit Alzheimer dan penyakit lain yang menyebabkan demensia sangat merusak, tidak hanya bagi mereka yang terkena dampak, tetapi juga untuk teman dan keluarga mereka. Untuk sebagian besar bentuk demensia, tidak ada pengobatan yang sangat efektif. Misalnya, perawatan yang tersedia untuk penyakit Alzheimer hanya sedikit memperlambat kerusakan, tetapi mereka tidak membalikkan kondisi. Bahkan, bagi kebanyakan orang yang memakai obat untuk demensia, mungkin sulit untuk mengetahui apakah perawatan itu bekerja atau tidak.
Nah, penelitian baru-baru ini menghubungkan obat-obatan tertentu yang mungkin dapat berkontribusi terhadap risiko mengembangkan demensia. Fokus dari penelitian ini adalah pada obat dengan efek ‘anticholinergic’. Ini adalah obat-obatan yang menghalangi pembawa pesan kimia yang disebut acetylcholine, yang memengaruhi aktivitas otot di saluran pencernaan dan saluran kemih, paru-paru, dan tempat lain di dalam tubuh. Itu juga terlibat dalam memori dan pembelajaran.
Banyak obat memiliki setidaknya beberapa efek anticholinergic, dan diperkirakan bahwa hingga setengah dari orang dewasa yang lebih tua di AS mengonsumsi satu atau lebih dari obat-obatan ini. Contoh umum termasuk:
- amitriptyline, paroxetine, dan bupropion (paling sering dikonsumsi untuk depresi);
- oxybutynin dan tolterodine (dikonsumsi untuk kandung kemih yang terlalu aktif); serta
- diphenhydramine (antihistamin umum, seperti yang ditemukan di Benadryl).
Dalam studi baru ini, para peneliti mengumpulkan informasi rinci dari lebih dari 300.000 orang dewasa berusia 65 tahun dan lebih tua, lalu membandingkan penggunaan obat di antara mereka yang didiagnosis dengan demensia dengan mereka yang tidak. Mereka yang pernah minum obat dengan aktivitas anticholinergic, 11% lebih mungkin didiagnosis demensia; dan untuk obat-obatan dengan efek paling anticholinergic, risiko demensia 30% lebih besar. Dampak terbesar ditemukan pada obat-obatan yang biasa digunakan untuk depresi, masalah kandung kemih, dan penyakit Parkinson. Sementara, untuk antihistamin, dan beberapa obat anticholinergic lainnya, tidak ada peningkatan risiko demensia yang diamati.
Penelitian ini memang menemukan bahwa penggunaan obat-obatan tertentu lebih umum pada orang yang kemudian didiagnosis dengan demensia. Namun, itu tidak berarti obat-obatan ini menyebabkan demensia. Ada penjelasan potensial lainnya untuk temuan ini. Sebagai contoh, beberapa orang mengalami depresi selama fase awal demensia. Alih-alih antidepresan menyebabkan demensia, obat mungkin diresepkan untuk gejala awal demensia yang telah berkembang.
Alasan lain untuk berhati-hati dengan studi ini adalah bahwa mereka tidak dapat digunakan untuk memperkirakan dampak penggunaan obat pada risiko demensia seseorang. Jenis penelitian ini melihat risiko dalam kelompok besar, tetapi faktor individu (seperti merokok atau tidak aktif) mungkin memiliki dampak yang jauh lebih besar pada risiko demensia.
Namun, ada alasan untuk khawatir tentang kemungkinan bahwa obat anticholinergic berkontribusi pada risiko demensia. Acetylcholine terlibat dalam memori dan pembelajaran, dan penelitian sebelumnya telah menunjukkan kadar acetylcholine yang lebih rendah pada otak orang-orang dengan penyakit Alzheimer (penyebab paling umum dari demensia pada orang tua). Selain itu, penelitian pada hewan menunjukkan bahwa obat anticholinergic dapat berkontribusi pada peradangan otak, penyumbang potensial untuk demensia.
Penelitian tambahan tidak diragukan lagi akan memberikan informasi lebih lanjut tentang dampak potensial penggunaan obat pada risiko demensia. Sementara itu, ada baiknya untuk meninjau obat yang Anda akan konsumsi bersama dokter sebelum melakukan perubahan apa pun. Dan ingatlah, bahwa Anda mungkin dapat mengurangi risiko demensia dengan tidak merokok, berolahraga secara teratur, dan berpegang pada pola makan yang sehat (kaya serat, buah, sayuran, dan asam lemak omega-3).