Pengidap Pedofilia Seharusnya Menjalani Pengobatan dan Terapi

Sebagai salah satu bagian dari gangguan jiwa, pengidap pedofilia seharusnya menjalani . Baik secara farmakologi maupun terapi. Sayang, tidak ada satu pun pengidap pedofilia yang mau datang ke dokter dan menjalani .

Hal tersebut diungkapkan dr Darmawan Budianto SpKJ. Dokter senior tersebut mengatakan, selama sekitar 30 tahun dirinya berpraktik di dunia , tidak ada seorang pun yang datang dengan kesadaran sendiri dan mengatakan seorang pedofil. ''Hampir semua pengidap pedofilia diketahui ketika dia menjadi pelaku kekerasan seksual pada -anak,'' ucapnya dalam konferensi pers menyambut kongres Asosiasi Seksologi (ASI) kemarin (11/9).

Menurut Darmawan, tidak semua pelaku kekerasan seksual pada anak adalah pedofil. Pedofil punya beberapa kriteria sendiri (selengkapnya lihat grafis). Pedofilia adalah gangguan kejiwaan. Yakni, hasrat seksual seseorang hanya muncul ketika melihat anak-anak. Tapi, ada juga kondisi yang membuat seseorang yang bukan pedofil melakukan kekerasan seksual pada anak-anak. "Sebenarnya harus dibedakan antara pedofil dan pelaku kekerasan seksual pada anak," ucap dokter yang berpraktik di RS Premier tersebut.

Penting:   Jenis dan Ciri-ciri Penyakit Gula

Sebab, selama ini stigma terhadap semua pelaku kekerasan seksual pada anak merupakan seorang pedofil. Padahal, belum tentu seperti itu. Darmawan mengharapkan, ada kerja sama antara pihak kepolisian dan dokter dalam penanganan seseorang yang diduga mengidap pedofilia. Sebab, selama ini pelaku yang dianggap pedofil hanya dihukum, tidak diobati. ''Mungkin selama masa penyidikan, dokter juga dilibatkan untuk mewawancari,'' ucapnya.

Bila pada akhirnya diagnosis menunjukkan pelaku kekerasan seksual adalah pengidap pedofilia, dokter akan memberikan pengobatan secara farmakologi (obat-obatan) maupun pengobatan terapi seperti terapi perilaku. Bahkan, pada kondisi tertentu, dokter bisa memberikan obat-obatan yang membuat pengidap pedofilia menjadi impoten.

memuat...

Pengebirian tersebut lebih baik dilakukan daripada pengidap membahayakan pelaku sekitarnya. Jadi, setelah pengidap pedofilia diberi pengobatan dan dibebaskan dari hukuman, risiko untuk kembali melakukan aksi bejat tersebut bakal menipis. Namun, selama ini pelaku kekerasan seksual pada anak hanya menjalani hukuman. Saat keluar dari penjara, tidak ada yang menjamin tersangka tidak mengalami perbuatannya lagi.

Penting:   Kebijakan-Kebijakan Pemerintah Dalam Bidang Kesehatan

kekerasanseksual-pedofiliaSayang, sejauh ini juga angka kejadian pedofilia belum diketahui dengan pasti. Sebab, tidak ada pelaporan dari pengidap maupun kepolisian tersebut. Tapi, Darmawan yakin pengidap pedofilia tersebut seperti fenomena gunung es. Yakni, banyak merasakan hasrat seksualnya muncul ketika melihat anak-anak, tapi malu untuk mengobatinya.

Padahal, yang namanya gangguan jiwa, ada kerusakan dalam otak yang harus diobati alias tidak akan bisa sembuh sendiri. Meski tergolong sebagai gangguan jiwa, pengidap pedofilia sejatinya tidak perlu menjalani rawat inap di selama proses penyembuhan. Cukup dalam rawat jalan saja. ''Tidak semua gangguan jiwa perlu dirawat di rumah jiwa, kalaupun iya, rumah sakitnya tidak cukup,'' terangnya. (ina/c10/dos/jpnn)

Penting:   Ciri-ciri Penyakit Jantung Lemah (Cardiomyopathy)

Serba-serbi Pedofilia

Tidak semua orang yang melakukan kekerasan seksual pada anak adalah pengidap pedofilia. Untuk membedakannya, berikut kriteria pedofilia:

  1. Jarak usia korban dan pelaku terpaut minimal enam tahun.
  2. Usia korban di bawah 13 tahun.
  3. Usia pelaku di atas 16 tahun.
  4. Pengidap pedofilia tidak selalu laki-laki, ada juga perempuan.

Narasumber: Dokter Darmawan Budianto SpKJ (K)

author
  1. author

    Sihajuta7 tahun ago

    Maaf mengenai subyek pedofil yg melakukan tindak kekerasan seksual pada anak, apakah ada perbedaan secara obyektif dengan subyek heteroseksual yg melakukan tindaj kekerasan pada korban dengan usia yg setara?
    Karena menurut pandangan saya, selama ini subyek heteroseksual yg melakukan kekerasan seksual pada korban dengan usia setara itu lebih dianggap enteng atau biasa saja daripada penanganan pada pedofil seperti pada umumnya.
    Padahal kalau melihat tentang esensi dari tindak kekerasan seksual itu sendiri sebenarnya sama saja, dan yg membedakan hanya subyek korban dari tindakan tersebut.
    Seperti penanganan dengan kebiri untuk mencegah terulangnya kembali tindak kekerasan yg sama. Lalu bagaimana dengan pelaku kekerasan seksual yg seorang heteroseksual? Apakah mereka sebenarnya patut dibiarkan juga tanpa ada pencegahan selayaknya para pedofil tersebut?
    Setiap individu memiliki hak untuk hidup yg sama, bukan berarti hanya karena seseorang itu bukan termasuk anak dibawah umur, lalu seseorang tersebut tidak perlu pendapatkan keamanan yg sama dengan anak dibawah umur. Meskipun memang benar bahwa anak dibawah umur masih sangat rentan secara fisik dan mental.
    Oh ya satu lagi. Untuk pengkebirian, bukan berarti seseorang yg tidak dapat melakukan hubungan seks maka orang itu jadi sama sekali tidak memiliki hasrat seksual. Cara agar hasrat seksual seseorang tersebut tersalurkan itu bukan hanya melalui hubungan badan saja. Banyak sekali jenis penyimpangan seksual tanpa melalui hubungan badan. Jadi cara pencegahan dengan kebiri sangatlah kurang efektif, hanya akan memperparah kejiwaan pelaku dan memungkinkan untuk berbuat yg jauh lebih berbahaya.
    Thx before.

    NB: Artikel yg bagus. Semoga kedepannya memiliki pandangan-pandangan yg luas dan luwes.

    Reply

Tinggalkan Balasan ke Sihajuta Batalkan balasan