Hingga kini diabetes masih dianggap penyakit yang berbahaya dan membayangi sejumlah negara pengkonsumsi nasi. Penyakit diabetes kerap dihubungkan dengan apapun yang kita makan, terutama makanan-makanan yang mengandung gula. Gula sendiri diperlukan oleh tubuh untuk menghasilkan energi. Namun jika jumlahnya terlalu banyak justru akan membawa pengaruh yang buruk.
Gula dalam darah berasal dari makanan yang kita makan. Tidak hanya gula, tetapi karbohidrat seperti nasi dan mi juga akan berubah jadi gula saat dicerna oleh tubuh. Jika mengkonsumsi gula dan karbohidrat sederhana dalam jumlah besar, maka akan terjadi lonjakan gula dalam tubuh. Organ pankreas harus bekerja keras untuk menyingkirkan kenaikan kadar gula yang terjadi secara tiba-tiba dalam darah tersebut.
Jika hal tersebut frekuensinya terlalu sering, maka pankreas lama kelamaan akan lelah dan hanya mampu menghasilkan sedikit insulin dari jumlah yang seharusnya kita butuhkan dan menyababkan banyak gula yang tertinggal dalam darah.
Berdasar survei gizi nasional tahun 2010 silam, nasi putih menjadi asupan terbesar karbohidrat di Singapura, yakni sejumlah sepertiga dari kalori yang dikonsumsi. Semakin diproses dan lebih pendek butirannya, maka akan semakin cepat pula dicerna tubuh dan diubah jadi gula. Hal ini menunjukkan bahwa beras kasar dengan butiran panjang lebih lambat dicerna, sedangkan beras putih pendek seperti nasi putih adalah yang tercepat. Selain itu, ini menandakan jika beras putih pendek memiliki kadar glikemik indeks (GI) yang tinggi.
Walau demikian, kombinasi apa yang dimakan dengan nasi putih ternyata cukup mempengarungi kadar GI. Jika nasi dimakan dengan ayam, maka kadar GI-nya akan lebih rendah dibanding nasi putih polos tanpa ayam. Sebab lemak yang terkandung di ayam akan memperlambat proses pencernaan. Di sisi lain, nasi dengan kombinasi semacam itu kaya akan lemak jenuh yang tinggi kalori dan tidak sehat.
Dari sisi teoritis, gandum lebih baik dikonsumsi daripada roti putih karena mengandung lebih banyak nutrisi dan serat. Beras merah atau beras coklat kasar jauh lebih baik daripada beras putih karena memiliki semua manfaat baik dari gabah dan lebih higienis.
Beras sendiri sebenarnya sudah menjadi makanan pokok di Asia sejak berabad-abad silam. Namun semenjak memasuki abad ke-20, kemajuan teknologi membuat beras dapat diproduksi dalam skala besar. Industri yang ada melakukan serangkaian proses otomatis untuk memperbaiki tiap butiran beras. Bagian kulit terluar hingga kutu-kutu yang ada pada gabah dibersihkan untuk menghasilkan beras putih yang sebagian besar terdiri dari endosperm bertepung.
Mengkonsumsi nasi putih menciptakan respon glukosa darah postprandial yang lebih kuat saat diukur dengan GI, dibandingkan saat mengkonsumsi jumlah yang sama untuk nasi merah. Selain itu, gaya hidup modern yang tidak aktif mempromosikan kegemukan tubuh secara berlebihan yang mempengaruhi orang untuk mengurangi sensitivitas insulinnya. Hal ini berkaitan erat dengan beban glikemik dari asupan tinggi beras halus yang dapat meningkatkan risiko diabetes.