Belakangan ini, salah satu minuman berkarbonasi, Coca Cola, tengah menjadi perbincangan hangat. Pasalnya, kabar terbaru menyebutkan bahwa Coca Cola tengah mempelajari penggunaan beberapa zat kimia pada Cannabis sativa atau ganja, yang disebut CBD atau kependekan dari cannabidiol, sebagai minuman kesehatan.
“Kami tidak tertarik dengan mariyuana atau ganja,” ujar Coca Cola dalam sebuah pernyataan. “Bersama dengan banyak orang lain dalam industri minuman, kami mengamati dengan saksama pertumbuhan zat non-psikoaktif yang disebut cannabidiol sebagai bahan dalam minuman kesehatan fungsional di seluruh dunia. Tidak ada keputusan yang dibuat saat ini.”
CBD itu ditemukan di ganja, dan ada klaim bahwa itu dapat memberikan sejumlah manfaat kesehatan. Sementara, non-psikoaktif berarti bahwa itu tidak menyebabkan seseorang merasa mabuk atau ‘terbang’. Dengan demikian, CBD tidak dianggap kecanduan atau rentan terhadap penyalahgunaan, dan itu sebabnya legal di semua 50 negara bagian AS (meskipun dengan beberapa pembatasan).
Minuman kesehatan fungsional adalah mereka yang memberikan beberapa manfaat kesehatan di luar nutrisi atau hidrasi. Gatorade adalah salah satu contoh, karena ‘diperkaya’ dengan elektrolit yang hilang selama latihan yang intens. Ada banyak yang lain, seperti Pom Wonderful, yang menggambarkan produknya sebagai ‘Antioxidant Superpower’ dan ‘bahan bakar yang sempurna untuk membawa Anda ke CrazyHealthy’ atau Red Bull yang ‘Vitalizes Body and Mind’. Perlu ditekankan bahwa di AS, minuman fungsional tidak harus membuktikan bahwa klaim kesehatan mereka benar, seperti halnya makanan konvensional. Mereka hanya harus memiliki bahan-bahan yang ‘umumnya dikenal aman’.
Lalu, mengapa perusahaan Coca Cola berniat menempatkan CBD dalam minuman mereka? Penjualan minuman soda menurun, sementara konsumsi minuman kesehatan fungsional dan popularitas CBD meningkat, sehingga pakar industri melihat ini sebagai peluang finansial. Dan, ada daftar manfaat kesehatan yang diharapkan dari CBD termasuk untuk kecemasan dan depresi, insomnia, sakit kronis, gejala yang berkaitan dengan kanker, serta gejala yang berkaitan dengan penyakit neurologis, seperti multiple sclerosis dan penyakit Parkinson.
Namun, sebagian besar klaim ini dianggap tidak terbukti, berdasarkan bukti awal seperti penelitian hewan, atau penelitian pada manusia yang melibatkan sangat sedikit orang. Satu-satunya penggunaan CBD yang disetujui adalah untuk gangguan kejang masa kanak-kanak tertentu (disebut sindrom Lennox-Gastaut dan sindrom Dravet).
FDA menyetujui obat pertama yang mengandung CBD untuk kondisi ini pada bulan Juni 2018. Kemudian, pada bulan September, FDA mere-klasifikasi CBD dari Schedule I (obat tanpa penggunaan medis yang saat ini diterima dan potensi tinggi untuk penyalahgunaan, seperti heroin) menjadi Schedule IV (obat dengan potensi penyalahgunaan rendah). Efek samping dari CBD umumnya ringan dan termasuk diare, kelelahan, dan kecemasan.
Berita tentang Coca Cola mengikuti pengumuman terbaru oleh Coors dan Constellation Brands (pembuat bir Corona) tentang pengembangan produk yang mengandung mariyuana. Dan, beberapa minuman yang mengandung CBD sudah ada di pasaran. Bahkan, waktunya akan segera tiba ketika CBD (dan mungkin mariyuana) membuatnya menjadi makanan dan minuman yang tersedia secara luas, termasuk yang dijual di supermarket.