Saran ini mungkin sudah sering Anda dengar sepanjang waktu, ‘makan lebih sedikit makanan olahan’, dan utamakan mengonsumsi bahan-bahan alami atau proses pengolahan yang minimal. Namun, tahukah Anda apa itu makanan olahan? Lalu, apa bedanya dengan makanan ultra-olahan? Apakah makanan-makanan ini dapat memengaruhi kesehatan kita?
Pengertian Makanan Olahan dan Ultra-Olahan
Pemrosesan mengubah makanan dari keadaan aslinya. Makanan olahan pada dasarnya dibuat dengan menambahkan garam, minyak, gula, atau zat lain. Contohnya termasuk ikan kalengan atau sayuran kalengan, buah-buahan dalam sirup, dan roti yang baru dibuat. Sebagian besar makanan olahan memiliki dua atau tiga bahan.
Sementara itu, makanan lain memiliki banyak bahan tambahan seperti gula, garam, lemak, dan pewarna buatan atau pengawet. Makanan ultra-olahan sebagian besar terbuat dari zat yang diekstraksi dari makanan, seperti lemak, pati, gula tambahan, dan lemak terhidrogenasi. Mereka juga mungkin mengandung aditif seperti warna buatan dan rasa. Contohnya makanan beku, minuman ringan, hot dog dan potongan dingin, makanan cepat saji, kue kering, kue, dan makanan ringan asin.
Contoh Makanan Olahan
Pengolahan Minimal | Pengolahan Standar | Pengolahan Ultra |
Jagung | Jagung kaleng | Corn chips (keripik jagung) |
Apel | Jus apel | Pie apel |
Kentang | Kentang panggang | French fries |
Wortel | Jus wortel | Kue wortel |
Dampak Makanan Olahan untuk Kesehatan
Dilansir Harvard Health Publishing, sebuah studi baru-baru ini yang diterbitkan dalam jurnal Cell Metabolism membandingkan efek dari diet dengan makanan ultra-diproses dengan efek dari diet dengan makanan yang tidak diproses pada asupan kalori dan penambahan berat badan. Penelitian ini melibatkan 20 orang dewasa gemuk yang tinggal di fasilitas medis. Setiap peserta studi menerima makanan ultra-diproses dan makanan yang tidak diproses masing-masing selama 14 hari.
Selama setiap fase diet, subjek penelitian disajikan dengan tiga kali sehari dan diinstruksikan untuk mengonsumsi sebanyak atau sesedikit yang diinginkan. Hingga 60 menit dialokasikan untuk mengonsumsi setiap makanan, dengan makanan ringan (baik yang sudah diproses atau tidak diproses, tergantung pada fase penelitian) tersedia sepanjang hari.
Makanan dicocokkan di seluruh diet untuk total kalori, lemak, karbohidrat, protein, serat, gula, dan natrium. Perbedaan besar adalah sumber kalori, yakni dalam fase diet ultra-olahan, 83,5% kalori berasal dari makanan ultra-olahan, sedangkan dalam fase diet yang tidak diproses, 83,3% kalori berasal dari makanan yang tidak diproses.
Para peneliti menemukan bahwa subjek penelitian mengonsumsi sekitar 500 kalori lebih banyak per hari pada diet ultra-olahan versus diet yang tidak diproses. Periode diet ultra-diproses ditandai dengan peningkatan asupan karbohidrat dan lemak, tetapi bukan protein. Berat peserta naik rata-rata dua pon selama fase diet ultra-diproses, dan kehilangan dua pon selama fase diet yang tidak diproses. Para penulis menyimpulkan bahwa membatasi makanan ultra-olahan mungkin merupakan strategi yang efektif untuk mencegah dan mengobati obesitas.
Analisis itu memang memiliki beberapa keterbatasan. Untuk satu hal, dengan hanya 20 peserta, ini adalah studi yang sangat kecil. Untuk yang lain, ada variasi yang signifikan dalam respon individu terhadap dua diet. Sebelas orang mengalami kenaikan berat badan yang ekstrem pada diet ultra-olahan, sementara beberapa peserta tidak mengalami kenaikan berat badan. Juga, tidak jelas bagaimana hasilnya dapat digeneralisasikan untuk populasi yang lebih luas.
Studi lain, yang diterbitkan dalam The BMJ, meneliti catatan diet representatif lebih dari 100.000 orang dewasa Perancis selama periode lima tahun. Mereka menemukan bahwa orang yang mengonsumsi lebih banyak makanan olahan, memiliki risiko lebih tinggi terkena penyakit kardiovaskular, penyakit jantung koroner, dan penyakit serebrovaskular. Hasil ini tetap signifikan secara statistik, bahkan setelah para peneliti menyesuaikan kualitas gizi makanan (mempertimbangkan faktor-faktor seperti jumlah lemak jenuh, natrium, gula, dan serat makanan dalam diet).