Popularitas kunyit sebagai ‘makanan super’ saat ini memang tengah menanjak. Penjualan rempah pedas yang kaya rona kuning tersebut telah meningkat selama beberapa tahun terakhir dan diperkirakan akan semakin naik. Kunyit telah digunakan sebagai suplemen hingga teh, dan diklaim dapat melawan peradangan, mencegah kanker, mencegah risiko Alzheimer, serta mendetoksifikasi tubuh.
Rempah tersebut telah menjadi bahan pokok masakan India selama hampir empat ribu tahun. Ini juga menjadi bahan pokok pengobatan tradisional, yang digunakan selama berabad-abad untuk memperbaiki pencernaan, meredakan radang sendi, menyembuhkan luka, dan mengobati lusinan penyakit lainnya. Studi menunjukkan bahwa kunyit bertindak sebagai agen anti-inflamasi, anti-bakteri, anti-kanker, dan antioksidan. Senyawa yang dikandungnya, disebut curcumin, mendapat sebagian besar pujian untuk manfaat ini.
Pada kanker misalnya, curcumin mengaktifkan jalur yang menyebabkan sel kanker mati sebelum waktunya. Ini juga menghalangi jalur yang memungkinkan sel-sel ini tumbuh, membelah, dan berkembang biak. Kunyit sangat diminati peneliti kanker karena bisa menargetkan sel kanker sekaligus hemat sel sehat. Sementara, untuk peradangan, penelitian telah menunjukkan bahwa curcumin mengubah respons sistem kekebalan tubuh dan menghambat enzim yang dapat menyebabkan radang sendi.
Dengan begitu banyak aplikasi kunyit, tidak mengherankan jika para periset telah menyelidiki apakah bahan itu dapat mencegah atau mengobati berbagai penyakit, termasuk kanker; kondisi kulit seperti jerawat, gatal, psoriasis, dan ruam; penyakit Alzheimer; infeksi; radang sendi; penyakit radang usus; kolesterol tinggi dan penyakit jantung; diabetes; depresi; serta penyakit gusi.
“Kami tahu bahwa ini adalah bukti bagus untuk osteoarthritis dan kolesterol tinggi, itu adalah dua yang besar,” kata Ann Marie Chiasson, MD, co-director Fellowship in Integrative Medicine di University of Arizona Center for Integrative Medicine. “Bahana tersebut juga memiliki beberapa bukti yang perlu diperhatikan.”
Namun, Craig Hopp, PhD, deputy director of the division of extramural research at the National Center for Complementary and Integrative Health, menuturkan bahwa hasil penelitian dapat bervariasi berdasarkan pada bagian mana yang diteliti, seluruh tanaman kunyit, senyawa tunggal seperti curcumin, atau campuran dari banyak senyawa. Pasalnya, masing-masing bisa bertindak berbeda.
“Penting juga untuk membedakan studi yang dilakukan di sel, dari yang dilakukan pada hewan, dari yang dilakukan pada manusia,” tambah Hopp. “Pengobatan yang membunuh sel kanker di laboratorium mungkin tidak melakukan hal yang sama begitu masuk ke tubuh manusia. Dan, itu bagian dari masalah dengan kunyit.”
Salah satu alasan utama mengapa dokter jarang meresepkan kunyit untuk semua hal yang Anda lakukan adalah bahwa tubuh kita tidak memakai curcumin dengan baik. “Itu tidak terserap oleh usus, jadi Anda harus makan muatan kunyit untuk mendapatkan bahan aktif ke dalam aliran darah Anda,” timpal Shrikant Anant, PhD, direktur asosiasi pencegahan dan pengendalian kanker di University of Kansas Cancer Centre .
Salah satu cara untuk membantu tubuh Anda menyerap lebih banyak kunyit adalah dengan mencampurnya dengan lada hitam. Senyawa yang disebut piperine dalam lada hitam mencegah usus Anda untuk ‘mendobrak’ kunyit, yang meningkatkan penyerapan. Banyak suplemen kunyit datang dengan piperine yang sudah tercampur.
Periset juga mencari cara yang lebih baik agar curcumin dapat diserap di dalam tubuh. Beberapa peneliti kanker mencoba untuk memberikan curcumin melalui bundel kecil yang disebut nano-partikel. “Curcumin sedang dikemas ke dalam nano-partikel sehingga akan lebih baik diserap dan dipindahkan untuk mengobati kanker,” kata Anant.
Meski demikian, secara umum, kunyit dianggap aman, apakah Anda mengonsumsinya melalui mulut atau menggosoknya pada kulit Anda. Studi telah menemukan bahwa bahkan dosis besar, sampai 1.200 miligram per hari, tidak berbahaya. Sementara, dosis harian biasa mendekati 500 miligram dua kali sehari.
Yang perlu diingat, kunyit bisa memiliki efek samping. Beberapa orang yang mengonsumsi dalam dosis tinggi atau menggunakannya sebagai suplemen jangka panjang menderita mual dan diare. Risiko lain yang mungkin terjadi adalah kontraksi kandung empedu. Ini bisa menjadi masalah bagi orang dengan batu empedu atau penyakit kandung empedu.