Stres, merupakan salah satu gangguan yang sering terjadi dan menimpa siapa saja. Orang bisa sangat gelisah ketika terserang stres. Karena itu, banyak dari mereka yang kemudian berusaha semaksimal mungkin untuk meminimalkan serangan stres. Padahal, kuncinya bukan untuk menolak stres, tetapi untuk mengenali dan mengetahuinya, kemudian menemukan sisi positifnya.
Pada orang-orang dengan pola pikir yang lebih keras, respons stres sering kali digerakkan oleh respons tantangan, yang menimbulkan pengalaman seru dan menyenangkan yang dimiliki beberapa orang dalam situasi stres, seperti terjun payung. Seperti respons stres yang khas, respons terhadap tantangan juga memengaruhi sistem kardiovaskular, namun bukannya menyempitkan pembuluh darah dan meningkatkan peradangan untuk mengantisipasi luka, ini memungkinkan aliran darah maksimum, sama seperti berolahraga. Keseimbangan hormon juga berbeda, termasuk lebih banyak DHEA.
Modifikasi lain untuk merespons stres adalah dengan berteman. Hal ini menjelaskan mengapa, setelah serangan teroris 11 September 2001, pemboman Marathon di Boston pada 2013, atau pembantaian di klub malam Pulse di Orlando tahun 2016 lalu, orang-orang merasa perlu untuk menjangkau teman dan kerabat, untuk meyakinkan diri bahwa semua baik-baik saja, untuk menghibur orang yang tertekan atau berduka, dan untuk menopang jaringan sosial.
Berhubungan dengan teman dan kerabat benar-benar membantu mengurangi stres dibandingkan dengan menonton liputan TV yang tak ada habisnya. Itu karena berteman juga melibatkan keseimbangan hormon yang berbeda, khususnya peningkatan kadar oksitosin, yang meningkatkan ikatan antara ibu dan anak atau antara pasangan seksual, misalnya. Itu membuat otak lebih responsif terhadap kontak sosial, dan ini adalah bagian penting dari ketahanan.
Sebenarnya, rata-rata orang dapat bekerja dengan baik jika di bawah tekanan. Studi telah menunjukkan bahwa ketika peserta diberi tahu mereka adalah tipe orang yang kinerjanya membaik di bawah tekanan, memang demikian (sebanyak sepertiga). Lalu, bagaimana Anda bisa mengubah pola pikir Anda? Sebuah buku tahun 2015 yang berjudul “The Upside of Stress” karangan Kelly McGonigal memberi banyak gagasan. Berikut adalah beberapa sarannya.
- Saat Anda memerhatikan jantung yang berdebar, misalnya sebelum Anda memberi presentasi atau memulai percakapan yang sulit, sebenarnya tubuh Anda mencoba memberi Anda lebih banyak energi dan melihat apakah Anda dapat memanfaatkannya.
- Jika Anda merasa gugup, ambil jeda untuk mempertimbangkan mengapa, dan tanyakan pada diri Anda apakah itu karena Anda melakukan sesuatu yang penting bagi Anda dan karena itu memperkuat nilai Anda dan memberi makna pada hidup Anda.
- Jangan menyangkal stres, tapi sambungkan energi Anda dan menuju tugas yang sedang dihadapi.
- Jika Anda merasa terbebani dengan pekerjaan, cobalah melakukan beberapa tindakan kebaikan ringan untuk seseorang dan perhatikan penghargaan mental yang Anda dapatkan.
- Memelihara jaringan sosial Anda dapat menciptakan ketahanan tubuh dan mental.
- Cobalah untuk fokus pada tujuan yang lebih besar dari apa pun yang Anda lakukan. Bila Anda terjebak dalam kemacetan lalu lintas ketika membawa anak perempuan Anda ke sekolah, ingatlah bahwa itu karena Anda mencintainya dan menginginkan dia mendapatkan pendidikan yang baik.
- Apa pun yang Anda lakukan, jangan berpura-pura bahwa stres tidak ada. Orang yang menyangkalnya cenderung mengisolasi diri dan memperkuat ketakutan mereka. Sebagai gantinya, tanyakan pada diri Anda mengapa Anda mengalami stres ini dan carilah aspek positif. Apakah Anda belajar sesuatu darinya? Apakah Anda mendapatkan kekuatan? Apakah Anda terhubung dengan orang-orang pada tingkat yang lebih mendasar? Atau, apakah Anda merasa lebih intens dalam menjalani hidup?