Ketika Anda memikirkan menopause, Anda mungkin berpikir tentang hot flashes dan keringat malam. Tetapi, banyak wanita yang juga mengalami gejala depresi. Risiko depresi berlipat ganda atau bahkan berlipat empat kali selama transisi menopause, yang membuat para peneliti mencari cara untuk mengatasi, atau bahkan mencegah, masalah.
Dilansir Harvard Health Publishing, satu penelitian yang diterbitkan di JAMA Psychiatry menemukan bahwa terapi hormon dapat membantu menangkal gejala depresi peri dan pasca-menopause pada beberapa wanita. Para peneliti menemukan bahwa wanita saat peri-menopausal dan pasca-menopause yang diobati dengan terapi hormon cenderung kurang mengalami gejala depresi dibandingkan wanita yang diberi plasebo.
“Sayangnya, temuan ini menghadirkan solusi yang jauh dari sempurna. Terapi hormon membawa serangkaian risikonya sendiri, dan untuk alasan ini, tidak seharusnya digunakan secara luas untuk mencegah depresi pada wanita,” jelas, Paula A. Johnson Associate Professor of Psychiatry di bidang Kesehatan Wanita di Harvard Medical School, Dr. Hadine Joffe. “Ini bukan ‘tidak pernah’, tetapi seharusnya tidak menjadi pendekatan standar.”
Penelitian tersebut melibatkan 172 wanita peri-menopause dan pasca-menopause dini berusia antara 45 hingga 65 tahun yang mengalami gejala depresi tingkat rendah. Sekitar setengahnya menggunakan patch kulit yang mengandung hormon estradiol selama 12 bulan, serta pil progesteron oral intermittent. Sisanya menerima patch kulit palsu dan pil plasebo.
Para wanita dievaluasi pada awal dan seluruh penelitian untuk gejala depresi, menggunakan Center for Epidemiologic Studies Depression Scale. Para peneliti lalu menemukan bahwa hanya 17% wanita dalam kelompok hormon mengalami depresi yang signifikan secara klinis, dibandingkan dengan 32% dari mereka yang berada di kelompok plasebo.
Depresi yang tidak diobati sendiri dapat menyebabkan gejala fisik, seperti sakit kepala dan kelelahan, selain gejala emosional, termasuk kesedihan yang terus-menerus dan bahkan pikiran untuk bunuh diri. Ini dapat mengganggu fungsi sehari-hari dan mengurangi kualitas hidup. Namun, penggunaan hormon membawa risiko kesehatannya sendiri, seperti penggumpalan darah dan stroke.
Meskipun ada peringatan tentang terapi hormon, namun temuan ini tidak boleh diabaikan. Sebaliknya, pesan utamanya adalah bahwa depresi selama peri-menopause dan pasca-menopause dini harus dianggap serius, dan wanita pada tahap ini harus lebih dipantau secara ketat untuk gejala depresi. Selain itu, penulis penelitian mengidentifikasi setidaknya satu faktor risiko untuk depresi yang menonjol di antara wanita dalam kelompok ini, yaitu stres kehidupan baru-baru ini.
- Waspadai risiko depresi. Mengetahui bahwa depresi lebih umum selama peri-menopause dan pasca-menopause dini dapat membantu Anda mengidentifikasi gejala yang mengkhawatirkan dan bertindak cepat. Jika gejala berkembang, tanyakan dokter Anda untuk rujukan ke spesialis kesehatan mental.
- Menimbang keuntungan dan risiko terapi hormon. Terapi hormon mungkin merupakan pilihan yang tepat untuk beberapa wanita. Bicarakan dengan dokter Anda tentang potensi manfaat dan risikonya. Pertimbangkan berapa lama untuk menggunakan terapi hormon dan apakah ada alasan medis lain. Perlu diingat bahwa penelitian lebih lanjut diperlukan untuk sepenuhnya memahami manfaat potensial dan kelemahan menggunakan terapi ini untuk mencegah depresi.
- Pertimbangkan perubahan gaya hidup dan perawatan. Terlepas dari apakah Anda memilih terapi hormon atau tidak, strategi nondrug juga dapat digunakan untuk mengurangi kemungkinan gejala depresi, termasuk mengelola stres dan meningkatkan aktivitas fisik.