Kecanduan telepon seluler, atau ponsel, atau smartphone, sudah lama dikatakan tidak baik untuk kesehatan tubuh. Nah, sebuah studi terbaru bahkan menyebutkan bahwa radiasi dari ponsel ini dapat meningkatkan kemungkinan pengguna memiliki jenis tumor saraf yang langka, yang setidaknya sudah dicoba pada tikus jantan, demikian laporan yang diturunkan National Toxicology Program.
“Tumor yang muncul pada tikus disebut schwannomas,” jelas pemimpin penelitian, John Bucher, PhD, yang juga seorang ilmuwan senior di National Toxicology Program. “Tumor ini tumbuh di hati tikus jantan, tetapi bukan tikus betina, mungkin karena tubuh laki-laki yang lebih besar menyerap lebih banyak radiasi daripada betina.”
Penelitian juga menemukan efek biologis lainnya. Pups yang lahir dari tikus yang terpapar, beratnya kurang dari yang lahir dari hewan yang tidak terpajan, misalnya; dan mereka melihat bukti kerusakan DNA pada beberapa jaringan pada beberapa hewan. Meskipun demikian, Bucher mengatakan bahwa dia dan timnya tidak sepenuhnya memahami pentingnya hasil tersebut.
Tetapi, ada temuan yang ternyata cukup mengejutkan. Paparan radiasi tampaknya memiliki beberapa efek positif. Tikus jantan yang terpapar (radiasi ponsel), hidup lebih lama dari yang tidak. Periset berpikir itu mungkin karena radiasi mencegah penyakit ginjal yang umum terjadi pada jenis tikus ini. Temuan ini sendiri berasal dari penyelidikan selama 10 tahun senilai 25 juta dolar AS. Periset menggunakan format yang umum dalam studi toksikologi, dengan mengekspos makhluk hidup ke jumlah yang lebih banyak dan lebih banyak agen untuk mencoba menemukan dua hal, yaitu apakah itu memiliki efek biologis dan jika iya, berapa dosis yang menciptakan efek tersebut.
Untuk penelitian ini, lebih dari 3.000 tikus jantan dan betina ditempatkan di ruang yang dirancang khusus, di mana mereka bisa ‘diledakkan’ dengan jenis radiasi yang sama yang dipancarkan oleh ponsel. Hewan-hewan itu terpapar radiasi sebelum kelahiran dan selama dua tahun sesudahnya. Tikus berusia dua tahun kira-kira memiliki usia biologis yang sama dengan manusia berusia 70 tahun.
Para peneliti menguji jenis gelombang frekuensi radio yang sama yang digunakan pada jaringan nirkabel 2G dan 3G. Dalam jaringan 4G, ini adalah jenis gelombang yang sama yang digunakan untuk membuat panggilan suara dan mengirim teks. “Ini adalah studi yang paling komprehensif dan menantang secara teknis yang pernah kami coba,” sambung Bucher.
Pada akhirnya, Bucher mengatakan bahwa mereka memang melihat beberapa efek biologis dari radiasi, namun mereka tetap tidak benar-benar memahami pentingnya semua hal yang mereka temukan. Studi ini sendiri akan ditinjau oleh para ahli ilmiah di bulan Maret 2018, dan instansi federal, seperti FDA, kemudian akan bertemu untuk membicarakan studi dan apa artinya bagi orang-orang.
“Saya tidak mengubah kebiasaan ponsel berdasarkan temuan penelitian ini, dan saya juga tidak berusaha mengubah kebiasaan mematikan ponsel untuk anak-anak,” imbuh Bucher. “Saya pikir semua orang akan mengklasifikasikan radiasi frekuensi radio sebagai karsinogen lemah, padahal faktanya itu adalah karsinogen.”
Para ahli lainnya mengatakan bahwa temuan baru tersebut, yang diambil bersamaan dengan penelitian sebelumnya, menunjukkan perlunya kehati-hatian dalam penggunaan ponsel. Menurut ahli toksikologi, Devra Davis, PhD, ada sejumlah penelitian yang secara konsisten menunjukkan kerusakan DNA dari radiasi ponsel.
“Radiasi dari ponsel bisa mengubah DNA dan berarti harus ditangani dengan hati-hati,” katanya. “Orang tua harus sangat berhati-hati ketika membiarkan anak bermain dengan telepon genggam mereka. Karena, jaringan tumbuh anak-anak lebih rentan terhadap kerusakan. Saat paling berbahaya untuk menggunakan ponsel adalah saat sinyal lemah.”