Vasektomi sempat dikatakan terkait erat dengan kanker prostat. Pada tahun 1980-an, laporan mulai memunculkan hubungan potensial antara vasektomi dengan kanker prostat. Orang-orang lalu mulai khawatir untuk mempertimbangkan vasektomi sebagai usaha pengendalian kelahiran, meski masih kontroversial. Namun, sebuah studi terbaru menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara vasektomi dengan penyakit tersebut.

Vasektomi - www.dokter.id
Baru-baru ini, para peneliti dari Mayo Clinic di Rochester, Minnesota meneliti 53 studi dengan gabungan 15 juta pria yang menjalani vasektomi dan kemudian dilanjutkan hingga 24 tahun. Peneliti Mayo juga mengendalikan bias potensial yang membuat beberapa penelitian terdahulu sulit untuk ditafsirkan, khususnya bahwa pria yang mendapatkan vasektomi lebih cenderung memperhatikan kesehatan mereka, termasuk skrining kanker prostat dengan tes PSA.
Para ilmuwan sebelumnya telah berspekulasi bahwa hubungan antara vasektomi dan kanker prostat dapat dikaitkan dengan hasil skrining dan deteksi dini dibandingkan dengan vasektomi itu sendiri. Untuk mengendalikan kemungkinan itu, tim Mayo Clinic mengelompokkan semua 53 studi, apakah risiko bias mereka tinggi, sedang, atau rendah.
Mereka kemudian menemukan bahwa bukti yang menghubungkan vasektomi dengan kanker prostat cenderung bias. Dan, saat melihat studi bias rendah, yang paling sesuai untuk mengetahui deteksi dini dengan skrining PSA, kaitannya dengan kanker prostat ‘dapat diabaikan’, demikian menurut Dr. Bimal Bhindi, seorang ahli urologi di Mayo Clinic yang memimpin penelitian. Selanjutnya, studi bias rendah tidak mengandung bukti bahwa vasektomi meningkatkan risiko kanker prostat tingkat tinggi yang mengancam kelangsungan hidup.
“Kami mensintesis tiga dekade penelitian epidemiologi mengenai topik ini dan tidak menemukan bukti nyata bahwa vasektomi menyebabkan kanker prostat,” papar Bhindi. “Kami juga tidak tahu mekanisme biologis yang jelas mengenai bagaimana cara melakukannya.”
Sementara itu, Dr. Marc Garnick, Profesor Gorman Brothers of Medicine di Harvard Medical School dan Beth Israel Deaconess Medical Center sekaligus editor kepala HarvardProstateKnowledge.org, menambahkan bahwa studi tersebut patut dicatat untuk ukuran yang sebenarnya. Namun, menurutnya analisis retrospektif yang mencoba memilah bias selalu menantang. “Untuk saat ini, potensi risiko kanker prostat mungkin tidak menghalangi individu mengalami vasektomi jika prosedur tersebut dianggap menghasilkan metode pengendalian kelahiran yang paling optimal,” katanya.
Sebelumnya, pada tahun 2014 lalu, sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Clinical Oncology, menganalisis catatan kesehatan dari 49.405 pria Amerika mulai tahun 1986 hingga 2010. Selama kurun waktu itu, 6.023 kasus kanker prostat didiagnosis, termasuk 811 kasus mematikan dan satu dari empat laki-laki dalam studi ini dilaporkan telah menjalani vasektomi. Para peneliti menemukan bahwa pria yang menjalani vasektomi memiliki risiko mengembangkan bentuk yang paling agresif dari kanker prostat yang tentunya paling mematikan.
Namun, para peneliti menekankan bahwa penelitian mereka hanyalah mencari hubungan statistik antara vasektomi dan kanker prostat dan penyakit dan mereka tidak menunjukkan bahwa vasektomi secara langsung menyebabkan kanker. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan mendesak diperlukan untuk menentukan apakah vasektomi mungkin meningkatkan jumlah penderita kanker prostat.